KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
karena atas rahmat, hidayat-Nya serta kekuatan
yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Kritik Sastra. Dalam proses penyusunan
tulisan ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan,
arahan serta motivasi dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara
tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua yang telah
membantu dalam pembuatan makalah
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih belum sempurna. Untuk itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Bengkulu, Mei 2011
Penulis
DAFTAR
ISI
ISI HALAMAN
Kata
Pengantar ……………………………………………………… 1
Daftar
Isi ………………………………………………….................. 2
Bab I Pendahuluan
A. Latar
belakang ……………………………………………… 3
B. Batasan
Masalah …………………………………………… 3
C. Rumusan
Masalah …………………………………………. 3
D. Tujuan
Penulisan …………………………………………… 4
Bab II Pembahasan
A. Pengertian
Pendekatan Mimesis (Mimetik) …………....... 5
B. Analisis
Puisi Ke Desa…. dengan Pendekatan
Mimesis (Mimetik) ………………………………………….. 7
Bab
III Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
………………………………………………… 11
B. Saran
………………………………………………………… 11
Daftar Pustaka ……………………………………………………….. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Karya sastra
merupakan kesusastraan, karya tulis, yang jika dibandingkan dengan tulisan lain
memiliki berbagai cirri keunggulan,seperti keaslian, keartistikan, keindahan
dalam isi dan ungkapannya, drama, epik, dan lirik. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia: 786). Ada beberapa jenis karya sastra diantaranya, sastra bandingan,
sastra daerah, sastra dunia, sastra erotik, sastra hiburan, sastra Indonesia,
sastra Indonesia klasik, sastra tulisan dan sastra lainnya. Karya sastra itu sendiri berisi mengenai
pengalaman yang biasanya dialami oleh pengarang itu sendiri.
Ada banyak
pula pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan kritik terhadap karya
sastra,seperti pendekatan mimesis, pragmatis, ekspresif, objektif, semiotik,
sosiologis, psikologis, dan pendekatan moral. Maka dalam makalah ini akan
membahas mengenai pendekatan mimesis dengan menggunakan karya sastra puisi Ke
Desa …. karya Aoh Kartahadimaja.
B. BATASAN
MASALAH
Ada banyak pendekatan untuk mengkritik
suatu karya sastra dan banyak pula jenis-jenis karya sastra. Dalam makalah ini
tentunya terdapat batasan masalah yang
akan dibahas. Makalah ini membahas sebuah kritik sastra dengan pendekatan
mimesis atau mimetik terhadap karya sastra, yaitu puisi.
C. RUMUSAN
MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah
ini adalah :
1.
Bagaimana
hasil kajian kritik karya sastra dengan menggunakan pendekan mimesis atau
mimetik ?
2.
Apakah
makna puisi Ke Desa…….. karya Aoh Kartahadimaja?
D. TUJUAN
PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini adalah:
1.
Agar
mengetahui cara dan hasil suatu kritik sastra dengan pendekatan mimesis atau
mimetik terhadap puisi Ke Desa…. Karya Aoh Kartahadimaja.
2.
Untuk
mengetahui makna puisi Ke Desa…… karya Aoh Kartahadimaja setelah dilakukan
kritik sastra dengan pendekatan mimesis atau mimetik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
PENDEKATAN MIMESIS (MIMETIK)
Pandangan pendekatan mimetik ini
adalah adanya anggapan bahwa puisi merupakan tiruan alam atau penggambaran
dunia dan kehidupan manusia di semesta raya ini. Sasaran yang dieliti adalah
sejauh mana puisi merepresentasikan dunia nyata atau sernesta dan kemungkinan
adanya intelektualitas dengan karya lain. Hubungan antara kenyataan dan rekaan
dalam sastra adalah hubungan dialektis atau bertangga. Mimesis tidak mungkin
tanpa kreasi, tetapi kreasi tidak mungkin tanpa mimesis. Takaran dan perkaitan
antara keduanya dapat berbeda menurut kebudayaannya, Menurut jenis sastra. Zaman
kepribadian pengarang, tetapi yang satu tanpa yang lain tidak mungkin dan,
catatan terakhir perpaduan antara kreasi dan mimesis tidak hanya berlaku dan
benar untuk penulis sastra. Tak kurang pentingnya untuk pembaca, dia pun harus
sadar bahwa menyambut karya sastra mengharuskan dia untuk memadukan aktivitas
mimetik dengan kreatif mereka. Pemberian makna pada karya sastra berarti
perjalanan bolak-balik yang tak berakhir antara dua kenyataan dan dunia
khayalan. Karya sastra yang dilepaskan dan kenyataan kehilangan sesuatu yang
hakiki, yaitu pelibatan pembaca dalam eksistensi selaku manusia. Pembaca sastra
yang kehilangan daya imajinasi meniadakan sesuatu yang tak kurang esensial bagi
manusia, yaitu alternatif terhadap eksistensi yang ada dengan segala
keserbakekurangannya atau lebih sederhana berkat seni, sastra khususnya,
manusia dapat hidup dalam perpaduan antara kenyataan dan impian, yang
kedua-duanya hakiki untuk kita sebagai manusia.
Pandangan Plato mengenai mimesis
sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai konsep ide-ide yang kemudian mempengaruhi
bagaimana pandangannya mengenai seni. Plato menganggap ide yang dimiliki
manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat
berubah. Ide merupakan dunia ideal yang terdapat pada manusia.
Ide oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra. Ide bagi Plato
adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah, misalnya
ide mengenai bentuk segitiga, ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat
dan kayu dengan jumlah lebih dan satu idea mengenai
segitiga tersebut tidak dapat berubah tetapi segitiga
yang terbuat dan kayu bisa berubah (Bertnens l979:13).
Berdasarkan pandangan
Plato mengenai konsep Idea tersebut, Plato sangat memandang rendah
seniman dan penyair dalam bukunya yang berjudul Republik bagian
kesepuluh. Bahkan ia mengusir seniman dan sastrawan dan negerinya. Karena
menganggap seniman dan sastrawan tidak berguna bagi Athena,
mereka dianggap hanya akan meninggikan nafsu dan emosi
saja. Pandangan tersebut muncul karena mimesis yang
dilakukan oleh seniman dan sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang kenyataan dan tetap jauh dan ‘kebenaran’. Seluruh
barang yang dihasilkan manusia menurut Plato hanya
merupakan duplikat dari ide, sehingga hal tersebut tidak akan pernah sesempurna
bentuk aslinya (dalam ide-ide mengenai barang tersebut).
Sekalipun begitu bagi Plato seorang tukang lebih mulia dan pada seniman atau penyair. Seorang tukang yang membuat kursi, meja, lemari
dan lain sebagainya mampu menghadirkan Idea ke dalam
bentuk yang dapat disentuh panca indra, sedangkan penyair
dan seniman hanya menjiplak kenyataan yang dapat disentuh
panca indra (seperti yang dihasilkan tukang), mereka oleh Plato hanya dianggap menjiplak dan jiplakan (Luxemberg:16).
Menurut Plato mimesis
hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah menghasilkan kopi
sungguhan, mimesis hanya mampu menyarankan tataran yang lebih
tinggi. Mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin mengacu secara langsung terhadap dunia ideal. (Teew.1984:220). Hal itu
disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya
mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual seperti
yang telah disebutkan di muka. Bahkan seperti yang telah dijelaskan
di muka. Plato mengatakan bila seni hanya menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio (Teew. 1984:221).
B.
ANALISIS PUISI KE DESA………. DENGAN PENDEKATAN MIMESIS
KE DESA
..............
’Rang kota!
Pernahkah tuan pergi ke desa,
Menghirup bumi,
Baru dicangkul menyegar rasa ?
Pernahkah tuan duduk di tangah ladang,
Dengan peladang bersenda gurau,
Menunggu jagung dalam unggun,
Sebelum pacul kelak mengayun ?
Pernahkah tuan tegak di tepi sawah,
Padi beriak menyibak sukma,
Pipit bercicit,
Riang haram bersusah ?
Pernahkah tuan lihat air berdesau,
Dicegah batu membuih putih,
Julung beriring berbondong-bondong,
Hati terpaut ingin turut berenang-renang ?
Pernahkah tuan pergi ke kampung,
Melihat perawan menumbuk padi,
Gelak tertawa disertai suara lesung,
Mengenyah duka iri dalam hati ?
Pernahkah tuan, pernahkah ?
Ah, setahu beta menggubah,
Bila tuan ingin mencari perawan mangsa
Pergilah tuan, pergi ke desa.
(Aoh
Kartahadimaja)
·
Puisi
tersebut mengisahkan tentang pertanyaan seseorang desa kepada seseorang dari
kota. Dalam puisi yang berjudul Ke Desa... karya Aoh Kartahadimaja ini sungguh
menggambarkan suasana di sebuah desa. Pengarang melukiskan suasana desa yang
asri. Sesuai dengan pendekatan mimesis atau mimetik yang beranggapan bahwa puisi merupakan tiruan alam atau
penggambaran dunia dan kehidupan manusia di semesta raya ini. Misalnya saja
pada bait pertama
’Rang kota!
Pernahkah tuan pergi ke desa,
Menghirup bumi,
Baru dicangkul menyegar rasa ?
Pengarang
karya membuka bagian awal atau bait pertama dengan menggambarkan bahwa di desa
itu udaranya masih segar yang dapat menyegarkan kita. Pembaca dibawa masuk ke
dalam artian puisi, sehingga seolah-olah pembaca mengalaminya.
·
Lalu
pada bait kedua
Pernahkah tuan duduk di tangah ladang,
Dengan peladang bersenda gurau,
Menunggu jagung dalam unggun,
Sebelum pacul kelak mengayun ?
Pengarang kembali
menceritakan bagaimana cara-cara peladang yang bersenda gurau ketika sedang
bertemu dan berkumpul di ladang sambil menunggu panen jagung. Hal ini sesuai
dengan landasan teori bahwa puisi itu hanyalah tiruan dari kehidupan manusia.
·
Lalu pada bait ketiga
Pernahkah tuan tegak di tepi sawah,
Padi beriak menyibak sukma,
Pipit bercicit,
Riang haram bersusah ?
Pengarang kembali semakin dalam menjelaskan
bagaimana latar di sebuah desa yang masih hijau, segarm dan masih terdapat
persawahan atau ladang dengan burung-burung pipit yang bertamu sambil
mengeluarkan suara cicit merdunya yang mencari makan di ladang.
·
Pada
bait keempat
Pernahkah tuan lihat air berdesau,
Dicegah batu membuih putih,
Julung beriring berbondong-bondong,
Hati terpaut ingin turut berenang-renang ?
Dengan pandainya pengarang
“Aoh Kartahadimaja” melukiskan desa dengan sebuah kata dalam puisi. Pada bait
keempat ini tampaknya digambarkan sebuah sungai dengan air yang jernih dan terdapat
batu yang menghalang derasnya air sehingga menimbulkan buih-buih dan mengajak
pikiran kita untuk berenang dan merasakan segar dan dinginnya air di desa
tersebut.
·
Pada
bait kelima dan keenam
Pernahkah tuan pergi ke kampung,
Melihat perawan menumbuk padi,
Gelak tertawa disertai suara lesung,
Mengenyah duka iri dalam hati ?
Pernahkah tuan, pernahkah ?
Ah, setahu beta menggubah,
Bila tuan ingin mencari perawan mangsa
Pergilah tuan, pergi ke desa.
Pada bagian ini merupakan inti atau tema dari puisi
yang berjudul Ke Desa ini. Bahwa di desa itu masih banyak gadis yang sederhana
dan tradisional. Yang sering menumbuk padi dengan lesung, sering berkumpul dan
saling bercerita satu sama lain. Pengarang sekaligus melukiskan bahwa kian
hari, kehidupam yang seperti di desa tidak akan kita temukan di kehidupan kota.
Udara yang sejuk dan segar, suara kicauan burung, senda gurau sesama
masyarakat, suara riakan air yang jernih dan buihnya, serta suara lesung
tumbukan padi yang diikuti oleh gelak atau canda gadis desa yang tak akan kita
jumpai di kota.
Amanat dari puisi ini adalah jagalah selalu alam,
desa, tempat tinggal kita. Lestarikan kehidupan di desa yang sederhana.
Pengarang menjelaskan bahwa, jika kita masih ingin merasakan kehidupan
sederhana, asri, dan segar maka kita dapat menemukannya di desa, maka pergila
di desa yang tidak akan kita jumpai di kota.
Pengarang sungguh serius dalam mengambarkan
bagaimana suasana desa yang segar itu. Begitu pandainya pengarang, sehingga
siapa saja yang membaca dan mendalami puisi ini akan ikut terbawa arus pikiran pengarang.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESMIPULAN
Dari pemaknaan
puisi dengan menggunakan pendekatan mimesis, terhadap puisi Ke Desa…… karya Aoh
Kartahadimaja tersebut, tergambarkan makna puisi yang berbicara mengenai gambara
sebuah desa yang masih asri dan sederhana, yang ditanyakan seseorang
(pengarang) kepada oaring kota.
Puisi “Ke
Desa….” ini mempunyai nilai literer yang tinggi. Penyair mengungkapkan perasaan
bahagia terhadap kehidupan dan lingkungan desa.
B. SARAN
Pemaknaan sebuah puisi dengan
menggunakan pendekatan mimesis di dalam kajian atau tulisan itu hanyalah
sebagian dari cara untuk memahami dan menggali kandungan puisi. Apa yang sudah
di dapat di dalam rekonstruksi makna ini tentu saja belum memuaskan, oleh
karena itu, kajian-kajian terhadap puisi dengan aneka pendekatan lain perlu
dilakukan untuk melengkapi kajian ini karena kajian-kajian yang serius terhadap
puisi yang didasari oleh semangat keintelektualan akan dapat memperkaya
khasanah ilmu dan berdampak praktis memupuk kedewasaan jiwa.
DAFTAR
PUSTAKA
Darma,
Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra.
Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.
Hudson,
Wiliam Henry. 1932. An Introduction To
The Study Of Literature.
London: George G. Harrap & Co. LTD.
Partini,
Sardjono Pradotokusumo. 2002. Pengkajian
Sastra. Bandung:
Wacana.
Semi,
Atar. Kritik Sastra. Bandung:
Angkasa.
Situmorang,
B.P.. 1980. Puisi dan Metodologi
Pengajarannya. Flores:
Percetakan
Offset Arnoldus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar