Halaman

Rabu, 09 Mei 2012

kritik sastra dengan pendekatan mimetik



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayat-Nya serta kekuatan  yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kritik Sastra. Dalam proses penyusunan tulisan ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, arahan serta motivasi dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih belum sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bengkulu,  Mei 2011

                                                                                    Penulis












DAFTAR ISI
ISI                                                                                           HALAMAN

Kata Pengantar ………………………………………………………      1      
Daftar Isi …………………………………………………..................        2      
Bab I Pendahuluan
A.  Latar belakang ………………………………………………      3
B.  Batasan Masalah ……………………………………………     3
C.  Rumusan Masalah ………………………………………….     3
D.  Tujuan Penulisan ……………………………………………     4
Bab II Pembahasan
A.  Pengertian Pendekatan Mimesis (Mimetik) ………….......     5
B.  Analisis Puisi Ke Desa…. dengan Pendekatan
Mimesis (Mimetik) …………………………………………..      7
 Bab III Kesimpulan dan Saran
A.  Kesimpulan …………………………………………………       11
B.  Saran …………………………………………………………      11
Daftar Pustaka ………………………………………………………..     12
    

BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Karya sastra merupakan kesusastraan, karya tulis, yang jika dibandingkan dengan tulisan lain memiliki berbagai cirri keunggulan,seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya, drama, epik, dan lirik. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 786). Ada beberapa jenis karya sastra diantaranya, sastra bandingan, sastra daerah, sastra dunia, sastra erotik, sastra hiburan, sastra Indonesia, sastra Indonesia klasik, sastra tulisan dan sastra lainnya.  Karya sastra itu sendiri berisi mengenai pengalaman yang biasanya dialami oleh pengarang itu sendiri.
Ada banyak pula pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan kritik terhadap karya sastra,seperti pendekatan mimesis, pragmatis, ekspresif, objektif, semiotik, sosiologis, psikologis, dan pendekatan moral. Maka dalam makalah ini akan membahas mengenai pendekatan mimesis dengan menggunakan karya sastra puisi Ke Desa …. karya Aoh Kartahadimaja.

B.   BATASAN MASALAH
Ada banyak pendekatan untuk mengkritik suatu karya sastra dan banyak pula jenis-jenis karya sastra. Dalam makalah ini tentunya terdapat batasan masalah  yang akan dibahas. Makalah ini membahas sebuah kritik sastra dengan pendekatan mimesis atau mimetik terhadap karya sastra, yaitu puisi.

C.   RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.    Bagaimana hasil kajian kritik karya sastra dengan menggunakan pendekan mimesis atau mimetik ?
2.    Apakah makna puisi Ke Desa…….. karya Aoh Kartahadimaja?

D.   TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.    Agar mengetahui cara dan hasil suatu kritik sastra dengan pendekatan mimesis atau mimetik terhadap puisi Ke Desa…. Karya Aoh Kartahadimaja.
2.    Untuk mengetahui makna puisi Ke Desa…… karya Aoh Kartahadimaja setelah dilakukan kritik sastra dengan pendekatan mimesis atau mimetik.






















BAB II
PEMBAHASAN

A.   PENGERTIAN PENDEKATAN MIMESIS (MIMETIK)
Pandangan pendekatan mimetik ini adalah adanya anggapan bahwa puisi merupakan tiruan alam atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia di semesta raya ini. Sasaran yang dieliti adalah sejauh mana puisi merepresentasikan dunia nyata atau sernesta dan kemungkinan adanya intelektualitas dengan karya lain. Hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam sastra adalah hubungan dialektis atau bertangga. Mimesis tidak mungkin tanpa kreasi, tetapi kreasi tidak mungkin tanpa mimesis. Takaran dan perkaitan antara keduanya dapat berbeda menurut kebudayaannya, Menurut jenis sastra. Zaman kepribadian pengarang, tetapi yang satu tanpa yang lain tidak mungkin dan, catatan terakhir perpaduan antara kreasi dan mimesis tidak hanya berlaku dan benar untuk penulis sastra. Tak kurang pentingnya untuk pembaca, dia pun harus sadar bahwa menyambut karya sastra mengharuskan dia untuk memadukan aktivitas mimetik dengan kreatif mereka. Pemberian makna pada karya sastra berarti perjalanan bolak-balik yang tak berakhir antara dua kenyataan dan dunia khayalan. Karya sastra yang dilepaskan dan kenyataan kehilangan sesuatu yang hakiki, yaitu pelibatan pembaca dalam eksistensi selaku manusia. Pembaca sastra yang kehilangan daya imajinasi meniadakan sesuatu yang tak kurang esensial bagi manusia, yaitu alternatif terhadap eksistensi yang ada dengan segala keserbakekurangannya atau lebih sederhana berkat seni, sastra khususnya, manusia dapat hidup dalam perpaduan antara kenyataan dan impian, yang kedua-duanya hakiki untuk kita sebagai manusia.
Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai konsep ide-ide yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya mengenai seni. Plato menganggap ide yang dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah. Ide merupakan dunia ideal yang terdapat pada manusia. Ide oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra. Ide bagi Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah, misalnya ide mengenai bentuk segitiga,  ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dan kayu dengan jumlah lebih dan satu idea mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah tetapi segitiga yang terbuat dan kayu bisa berubah (Bertnens l979:13).
Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep Idea tersebut, Plato sangat memandang rendah seniman dan penyair dalam bukunya yang berjudul Republik bagian kesepuluh. Bahkan ia mengusir seniman dan sastrawan dan negerinya. Karena menganggap seniman dan sastrawan tidak berguna bagi Athena, mereka dianggap hanya akan meninggikan nafsu dan emosi saja. Pandangan tersebut muncul karena mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang kenyataan dan tetap jauh dan ‘kebenaran’. Seluruh barang yang dihasilkan manusia menurut Plato hanya merupakan duplikat dari ide, sehingga hal tersebut tidak akan pernah sesempurna bentuk aslinya (dalam ide-ide mengenai barang tersebut). Sekalipun begitu bagi Plato seorang tukang lebih mulia dan pada seniman atau penyair. Seorang tukang yang membuat kursi, meja, lemari dan lain sebagainya mampu menghadirkan Idea ke dalam bentuk yang dapat disentuh panca indra, sedangkan penyair dan seniman hanya menjiplak kenyataan yang dapat disentuh panca indra (seperti yang dihasilkan tukang), mereka oleh Plato hanya dianggap menjiplak dan jiplakan (Luxemberg:16).
Menurut Plato mimesis hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah menghasilkan kopi sungguhan, mimesis hanya mampu menyarankan tataran yang lebih tinggi. Mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin mengacu secara langsung terhadap dunia ideal. (Teew.1984:220). Hal itu disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual seperti yang telah disebutkan di muka. Bahkan seperti yang telah dijelaskan di muka. Plato mengatakan bila seni hanya menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio (Teew. 1984:221).

B.   ANALISIS PUISI KE DESA……….  DENGAN PENDEKATAN MIMESIS

KE DESA ..............
’Rang kota!
Pernahkah tuan pergi ke desa,
Menghirup bumi,
Baru dicangkul menyegar rasa ?

Pernahkah tuan duduk di tangah ladang,
Dengan peladang bersenda gurau,
Menunggu jagung dalam unggun,
Sebelum pacul kelak mengayun ?

Pernahkah tuan tegak di tepi sawah,
Padi beriak menyibak sukma,
Pipit bercicit,
Riang haram bersusah ?

Pernahkah tuan lihat air berdesau,
Dicegah batu membuih putih,
Julung beriring berbondong-bondong,
Hati terpaut ingin turut berenang-renang ?

Pernahkah tuan pergi ke kampung,
Melihat perawan menumbuk padi,
Gelak tertawa disertai suara lesung,
Mengenyah duka iri dalam hati ?

Pernahkah tuan, pernahkah ?
Ah, setahu beta menggubah,
Bila tuan ingin mencari perawan mangsa
Pergilah tuan, pergi ke desa.
(Aoh Kartahadimaja)

·               Puisi tersebut mengisahkan tentang pertanyaan seseorang desa kepada seseorang dari kota. Dalam puisi yang berjudul Ke Desa... karya Aoh Kartahadimaja ini sungguh menggambarkan suasana di sebuah desa. Pengarang melukiskan suasana desa yang asri. Sesuai dengan pendekatan mimesis atau mimetik yang beranggapan bahwa puisi merupakan tiruan alam atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia di semesta raya ini. Misalnya saja pada bait pertama
’Rang kota!
Pernahkah tuan pergi ke desa,
Menghirup bumi,
Baru dicangkul menyegar rasa ?

Pengarang karya membuka bagian awal atau bait pertama dengan menggambarkan bahwa di desa itu udaranya masih segar yang dapat menyegarkan kita. Pembaca dibawa masuk ke dalam artian puisi, sehingga seolah-olah pembaca mengalaminya.

·         Lalu pada bait kedua
Pernahkah tuan duduk di tangah ladang,
Dengan peladang bersenda gurau,
Menunggu jagung dalam unggun,
Sebelum pacul kelak mengayun ?

            Pengarang kembali menceritakan bagaimana cara-cara peladang yang bersenda gurau ketika sedang bertemu dan berkumpul di ladang sambil menunggu panen jagung. Hal ini sesuai dengan landasan teori bahwa puisi itu hanyalah tiruan dari kehidupan manusia.


·         Lalu pada bait ketiga
Pernahkah tuan tegak di tepi sawah,
Padi beriak menyibak sukma,
Pipit bercicit,
Riang haram bersusah ?

Pengarang kembali semakin dalam menjelaskan bagaimana latar di sebuah desa yang masih hijau, segarm dan masih terdapat persawahan atau ladang dengan burung-burung pipit yang bertamu sambil mengeluarkan suara cicit merdunya yang mencari makan di ladang.

·         Pada bait keempat
Pernahkah tuan lihat air berdesau,
Dicegah batu membuih putih,
Julung beriring berbondong-bondong,
Hati terpaut ingin turut berenang-renang ?

                  Dengan pandainya pengarang “Aoh Kartahadimaja” melukiskan desa dengan sebuah kata dalam puisi. Pada bait keempat ini tampaknya digambarkan sebuah sungai dengan air yang jernih dan terdapat batu yang menghalang derasnya air sehingga menimbulkan buih-buih dan mengajak pikiran kita untuk berenang dan merasakan segar dan dinginnya air di desa tersebut.

·         Pada bait kelima dan keenam
Pernahkah tuan pergi ke kampung,
Melihat perawan menumbuk padi,
Gelak tertawa disertai suara lesung,
Mengenyah duka iri dalam hati ?

Pernahkah tuan, pernahkah ?
Ah, setahu beta menggubah,
Bila tuan ingin mencari perawan mangsa
Pergilah tuan, pergi ke desa.

Pada bagian ini merupakan inti atau tema dari puisi yang berjudul Ke Desa ini. Bahwa di desa itu masih banyak gadis yang sederhana dan tradisional. Yang sering menumbuk padi dengan lesung, sering berkumpul dan saling bercerita satu sama lain. Pengarang sekaligus melukiskan bahwa kian hari, kehidupam yang seperti di desa tidak akan kita temukan di kehidupan kota. Udara yang sejuk dan segar, suara kicauan burung, senda gurau sesama masyarakat, suara riakan air yang jernih dan buihnya, serta suara lesung tumbukan padi yang diikuti oleh gelak atau canda gadis desa yang tak akan kita jumpai di kota.
Amanat dari puisi ini adalah jagalah selalu alam, desa, tempat tinggal kita. Lestarikan kehidupan di desa yang sederhana. Pengarang menjelaskan bahwa, jika kita masih ingin merasakan kehidupan sederhana, asri, dan segar maka kita dapat menemukannya di desa, maka pergila di desa yang tidak akan kita jumpai di kota.
Pengarang sungguh serius dalam mengambarkan bagaimana suasana desa yang segar itu. Begitu pandainya pengarang, sehingga siapa saja yang membaca dan mendalami puisi ini akan ikut terbawa arus pikiran pengarang.







BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.  KESMIPULAN
Dari pemaknaan puisi dengan menggunakan pendekatan mimesis, terhadap puisi Ke Desa…… karya Aoh Kartahadimaja tersebut, tergambarkan makna puisi yang berbicara mengenai gambara sebuah desa yang masih asri dan sederhana, yang ditanyakan seseorang (pengarang) kepada oaring kota.
Puisi “Ke Desa….” ini mempunyai nilai literer yang tinggi. Penyair mengungkapkan perasaan bahagia terhadap kehidupan dan lingkungan desa.

B.   SARAN
Pemaknaan sebuah puisi dengan menggunakan pendekatan mimesis di dalam kajian atau tulisan itu hanyalah sebagian dari cara untuk memahami dan menggali kandungan puisi. Apa yang sudah di dapat di dalam rekonstruksi makna ini tentu saja belum memuaskan, oleh karena itu, kajian-kajian terhadap puisi dengan aneka pendekatan lain perlu dilakukan untuk melengkapi kajian ini karena kajian-kajian yang serius terhadap puisi yang didasari oleh semangat keintelektualan akan dapat memperkaya khasanah ilmu dan berdampak praktis memupuk kedewasaan jiwa.









DAFTAR PUSTAKA

Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.
Hudson, Wiliam Henry. 1932. An Introduction To The Study Of Literature.
London: George G. Harrap & Co. LTD.
Partini, Sardjono Pradotokusumo. 2002. Pengkajian Sastra. Bandung:
Wacana.
Semi, Atar. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.
Situmorang, B.P.. 1980. Puisi dan Metodologi Pengajarannya. Flores:
Percetakan Offset Arnoldus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar